igit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut
ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la
merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau
yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada
apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikeliligi
ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu
mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi
di alam barzah?"
Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut
mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang
alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat
disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah
mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari
barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya.
Saking indahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan
isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas
dipanggil: Setelah menghadap Bagiri "Aku menginginkan engkau sekarang
juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang
katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas
yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula
satu sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan syarat itu." kata Baginda Raja.
"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti.
Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu.
Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah
kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam
akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah
mahkota di surga, maka dunia harus kiamat terlebih dahulu."
Mendengar penjelasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas
bertanya lagi, "Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?"
Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian
Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon