engalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru
membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu
adalah anaknya. Baginda berputus asa.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda
memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak
mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari
berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal
seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan
algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl
algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu
diletakkan di atas meja.
"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia
mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak
memilikinya?"
"Tidak, bayi itu adalah anakku." kata kedua perempuan itu serentak.
"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu
dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu
menjadi dua sama rata." kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
"Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu
seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua. Abu
Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas
segera mengambil bayi itu dan langsung menyerahkan kepada perempuan
kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan
perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya
disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap
keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari
Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la
lebih senang menjadi rakyat biasa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon